Muhadharah Kubra Ke 2 – Tegar di Tengah Pandemi

Kajian tematik: tegar di tengah pandemi
Alhamdulillāh, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang telah memberikan kepada kita semua taufīq dan juga hidayahnya kepada Islām dan Sunnah Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Pada kesempatan kali ini kita akan bersama-sama menambah keimanan di dalam diri kita masing-masing. Berkaitan dengan tema yang sudah kita sampaikan dan kita kabarkan sebelumnya yang berkaitan dengan, “Tegar Di Tengah Pandemi.”

Sebagaimana kita tahu para ikhwan dan para akhwat sekalian.

Sudah setahun lebih, kita bersama-sama ditimpa musibah ini dan kita mendengar bukan hanya sekali. Sebagian saudara kita yang mereka sangat termudharati dengan adanya pandemi ini.

Dari sisi ekonomi, dari sisi pekerjaan, bahkan yang lebih menjadikan kita bersedih adalah adanya sebagian mereka yang akhirnya menjadi futur, menjadi lemah iman, menjadi berkurang semangatnya di dalam menuntut ilmu yang sebelumnya dia rajin di dalam beribadah kepada Allāh, kemudian akhirnya dia lemah di dalam melakukan ketaatan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Tentunya yang demikian tidak bisa kita biarkan berlarut-larut, kita harus bangkit kembali, bangun kembali dan tetap tegar dalam keadaan apapun.

Para ikhwah dan para akhwat yang dimuliakan oleh Allāh.

Poin yang Pertama yang ingin kita sampaikan kita harus mengingat kembali tentang apa sebenarnya tujuan hidup kita.

APA TUJUAN HIDUP KITA?

Apakah kita diciptakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla hanya untuk sekedar makan dan juga minum?

Apakah kita hanya diciptakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla hanya sekedar untuk menikah, ataukah hanya menjadi orang terkenal, menjadi orang yang populer?

Atau kita diciptakan oleh Allāh untuk sekedar mengumpulkan harta dunia?

Apakah itu tujuan Allāh Subhānahu wa Ta’āla menciptakan kita semua?

Tentunya jawabannya. TIDAK!

Allāh Subhānahu wa Ta’āla menciptakan kita dengan tujuan yang sangat mulia, yaitu untuk beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kita sering mendengar firman Allāh,

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzāriyāt :56)

Ayat yang sangat jelas Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberitahukan kita semua, “Untuk apa kita diciptakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla di dunia ini?”

Sering di ulang-ulang cuma kita juga sering lupa.

“Ana di sini untuk apa?”

Maka ingatlah!

Kita di sini untuk beribadah kepada Allāh, untuk menyembah kepada Allāh, menyerahkan seluruh ibadah hanya kepada Allāh.

Kalau kita mengetahui tujuan, maka in syā Allāh hidup kita ini menjadi terarah, kita tidak binggung lagi.

“Apa yang harus ana lakukan?”

Ketika terjadi ini, ketika terjadi itu, ketika terjadi peristiwa ini, ketika terjadi peristiwa itu.

Kita tahu bahwasanya, “Ana di sini untuk beribadah kepada Allāh”.

Dan apabila kita mengetahui tujuan Allāh Subhānahu wa Ta’āla menciptakan kita maka kita mengerti makna kesuksesan di dalam kehidupan ini.

APA YANG DI MAKSUD DENGAN SUKSES DI DUNIA?

Kesuksesan hidup di dunia yang sebenarnya adalah ketika seseorang berhasil melaksanakan, berhasil mencapai tujuan dia diciptakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla di dunia ini (yaitu) ketika di bisa beribadah kepada Allāh sampai dia meninggal dunia.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan :

وَٱعۡبُدۡ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأۡتِيَكَ ٱلۡيَقِينُ

“Dan sembahlah Rabbmu, beribadahlah kepada Rabbmu sampai kapan?

حَتَّىٰ يَأۡتِيَكَ ٱلۡيَقِينُ

Sampai habis kehidupanmu, sampai engkau meninggal dunia.” (QS. Al Hijr :99)

Karena memang inilah tujuan Allāh Subhānahu wa Ta’āla menciptakan kita semuanya.

Kemudian poin selanjutnya yang ingin kita sampaikan setelah kita mengetahui bahwa tujuan hidup kita adalah untuk beribadah kepada Allāh.

ALLĀH AKAN MENGUJI KITA

Ketahuilah bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan menguji kita.

Itulah tujuan Allāh Subhānahu wa Ta’āla menciptakan dan Allāh juga mengabarkan bahwa Allāh akan menguji kita semua.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:

ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَيَوٰةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡغَفُورُ

“Yang telah menciptakan kematian dan juga kehidupan untuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalannya. Dan Dialah Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (QS. Al Mulk : 2)

Allāh mengatakan لِيَبۡلُوَكُمۡ Allāh menciptakan kehidupan dan juga kematian adalah untuk menguji kalian.

Siapa di antara kalian yang lebih baik amalannya?

Siapa di antara kalian yang istiqamah?

Siapa di antara kalian yang benar-benar beribadah kepada Allāh dan ingat bahwasanya dia diciptakan untuk beribadah kepada Allāh.

Dalam ayat yang lain, Allāh mengatakan :

أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ

“Apakah manusia menyangka bahwasanya mereka akan dibiarkan mengatakan, ‘kami beriman’, kemudian mereka tidak diuji?” (QS. Al Ankabūt :2)

Menunjukkan bahwasanya Allāh akan menguji, Allāh tidak akan membiarkan mereka dalam keadaan mengatakan ءَامَنَّا sementara mereka tidak diuji oleh Allāh. Ujian pasti ada.

وَلَقَدۡ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ

“Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan mengetahui siapa di antara mereka yang benar ucapannya ketika dia mengatakan ءَامَنَّا dan siapa di antara mereka yang berdusta.” (QS. Al Ankabūt :3)

Ketahuilah bahwasanya ujian tersebut adalah berupa nikmat dan juga berupa musibah. Ujian nya secara global adalah dua perkara ini. Kita akan diuji oleh Allāh dengan nikmat dan Allāh juga akan menguji kita dengan musibah.

Allāh mengatakan :

وَنَبۡلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلۡخَيۡرِ فِتۡنَةٗۖ

“Dan kami akan menguji kalian dengan kejelekan dan juga dengan kebaikan, فِتۡنَةٗۖ ini semua sebagai ujian bagi kalian.” (QS. Al-Anbiyya’ :35)

Berarti harus kita pahami bahwasanya ujian bukan hanya musibah saja banyak di antara kita yang menganggap bahwasanya ujian hanyalah ketika seseorang mendapatkan musibah. Padahal nikmat yang Allāh Subhānahu wa Ta’āla berikan kepada kita, ini juga merupakan ujian.

Harta dunia ujian bagi kita, keluarga, anak juga istri adalah ujian bagi seseorang, jabatan yang Allāh Subhānahu wa Ta’āla berikan dan titipan kepada seseorang adalah ujian, rasa aman dan juga tenteram juga merupakan ujian, kesehatan yang kita rasakan juga merupakan ujian.

Di sana banyak nikmat-nikmat di dalam diri kita dan ada yang di sekitar kita, semuanya adalah ujian bagi seseorang.

Dan di sana ada musibah.

Kematian musibah, kemiskinan, kecelakaan, sakit, kekurangan harta dan seterusnya maka ini adalah musibah. Intinya ujian yang menimpa kita ini, kadang berupa nikmat dan terkadang berupa musibah.

SIAPA ORANG YANG SUKSES DAN ORANG YANG LULUS UJIAN?

Dia adalah orang yang ketika mendapatkan salah satu di antara dua ujian tadi. Ketika dia mendapatkan nikmat atau ketika dia mendapatkan musibah maka itu tidak menggoyahkan dia tidak menyimpangkan dia dari tujuan utama dia diciptakan oleh Allāh.

Apa tadi tujuan utamanya?

Tujuannya adalah kita beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla semata.

Orang yang lulus ujian adalah orang yang dia ketika mendapatkan nikmat berbagai nikmat tadi. Mendapatkan harta, diuji dengan istri juga anak, diuji dengan jabatan, diuji dengan kesehatan, tidak menjadikan dia goyah tidak menjadikan dia menyimpang dari tujuan utama dia untuk beribadah kepada Allāh, dia terus istiqamah, dia terus menyerahkan hidup dan matinya dan seluruh ibadahnya hanya kepada Allāh.

Demikian pula ketika terjadi musibah. Terjadi musibah pandemi atau yang lebih besar daripada itu, orang tuanya meninggal, anaknya sakit atau dirinya sendiri yang sakit berkepanjangan, atau dia dipecat, atau dia dikeluarkan dari pekerjaannya, atau dia mengalami kerugian di dalam usahanya.

Itu semua tidak membuat dia kemudian menyimpang dari tujuan utamanya.

Maka inilah orang yang lulus (berarti).

Allāh ujian dia dengan kenikmatan, Allāh uji dia dengan musibah tapi dia tetap istiqamah beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Apa balasan Allāh Subhānahu wa Ta’āla bagi orang-orang yang tetap istiqamah, ketika Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengujinya dengan berbagai ujian tadi?

Balasan yang besar.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَـٰمُوا۟ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ۞ أُوْلَٰئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلۡجَنَّةِ خَٰلِدِينَ فِيهَا جَزَآءَۢ بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: رَبُّنَا ٱللَّهُ orang-orang yang sudah menyatakan untuk menyembah Allāh saja.”Rabb kami adalah Allāh” yaitu kami hanya menyembah Allāh saja.

Dan ini adalah tujuan utama seseorang atau manusia diciptakan oleh Allāh.

ثُمَّ ٱسْتَقَـٰمُوا۟

“Kemudian dia istiqamah di atas ucapannya tadi.”

فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Maka tidak ada takut atas mereka dan mereka tidak bersedih.”

Allāh akan menjadikan hati mereka adalah hati yang tenang. Mereka tidak takut dengan sesuatu yang akan mereka hadapi ke depan. Karena mereka istiqamah sesuai dengan apa yang Allāh inginkan. Sebagaimana yang Allāh perintahkan kemudian mereka tidak bersedih.

Tidak bersedih atas apa yang mereka tinggalkan, ketika mereka meninggalkan dunia ketika mereka berpisah dengan keluarganya, mereka tidak bersedih.

Allāh hilangkan dari diri mereka perasaan sedih dan Allāh hilangkan dari diri mereka perasaan takut, terhadap apa yang terjadi di masa yang akan datang.

Bukan hanya itu, Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan memasukan mereka ke dalam surga.

Memasukan orang-orang yang istiqamah, orang-orang yang tetap tegar, mentauhīdkan kan Allāh, menyembah Allāh semata di tengah-tengah ujian yang melanda dengan surga.

أُوْلَٰئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلۡجَنَّةِ

“Mereka adalah orang-orang yang akan masuk ke dalam surganya Allāh.”

خَٰلِدِينَ فِيهَا

“Dalam keadaan mereka kekal di dalamnya.”

جَزَآءَۢ بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ

“Sebagai balasan atas apa yang mereka lakukan.” (QS. Al-Ahqāf :13-14)

Atas kesabaran mereka, atas usaha mereka dalam rangka istiqamah di tengah-tengah ujian yang melanda mereka, selama kehidupan mereka di dunia.

Ini adalah balasan bagi yang orang-orang istiqamah.

KUNCI UNTUK ISTIQAMAH

Bagaimana sebenarnya kunci untuk tetap istiqamah, sehingga kita bisa meraih pahala yang dijanjikan oleh Allāh?

Dihilangkan dalam diri kita rasa takut dan rasa sedih dan dijanjikan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla dengan surga.

Kuncinya adalah dalam dua perkara.
  1. Bersyukur.
  2. Bersabar.
Kalau kita mengetahui bahwasanya ujiannya hanya dua, nikmat dan juga musibah. Maka untuk menghadapinya juga dengan dua yaitu bersyukur dan bersabar.

Ketika kita diuji dengan kenikmatan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan ini adalah ujian, maka kunci keberhasilannya adalah ketika kita bersyukur.

Dan kalau kita diuji oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla dengan musibah, maka kunci keberhasilannya adalah dengan kita bersabar.

Itu adalah secara singkat kunci utama seseorang bisa istiqamah dan berharap bisa mendapatkan pahala yang telah dijanjikan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla bagi orang-orang yang istiqamah.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:

وَٱشۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ

“Hendaklah kalian bersyukur atas nikmat Allāh, kalau kalian benar-benar beribadah kepada Allāh, kalau kalian benar-benar hanya beribadah kepada Allāh. Maka bersyukurlah atas nikmat yang telah Allāh berikan kepadamu.” (QS. An Nahl:114)

Ini tentang bersyukur ketika diuji dengan nikmat.

Dan Allāh mengatakan:

وَبَشِّرِ ٱلصَّبِرِينَ ۞ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ

“Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar”

Siapakah mereka?

Mereka adalah orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengatakan:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ

“Sesungguhnya kami adalah milik Allāh dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Allāh.” (QS. Al;Baqarah :154-155)
  • Bersyukur ketika mendapatkan ujian nikmat.
  • Bersabar ketika mendapatkan ujian yang berupa musibah.
Poin yang pertama atau kunci yang pertama adalah bersyukur ketika mendapatkan nikmat.

BAGAIMANA SEORANG HAMBA MEMPRAKTEKKAN SYUKUR?

Bagaimana kita sebagai seorang hamba Allāh, bisa mempraktekkan syukur ini?

Dan kapan seseorang dinamakan bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla?

Cara bersyukur terhadap nikmat Allāh Subhānahu wa Ta’āla di antaranya adalah :

⑴ Apabila kita mendapatkan kenikmatan dari Allāh yang kecil maupun yang besar, baik kenikmatan yang berupa kesehatan, keamanan dapat gaji, dapat rezeki. Antum harus sadari dan akui bahwa nikmat tersebut berasal dari Allāh.

Allāh yang memudahkan, memberikan kepada kita kenikmatan tersebut. Terkadang langsung kepada kita dan terkadang kenikmatan tersebut Allāh sampaikan kepada kita melalui perantara orang. Ini harus ada di dalam hati kita.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla Dialah yang menghendaki untuk memberikan nikmat tadi kepada kita, ini adalah awal dari rasa syukur tadi.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan :

وَمَا بِكُم مِّن نِّعۡمَةٖ فَمِنَ ٱللَّهِ

“Dan nikmat apa saja, nikmat apapun yang ada pada diri kalian maka itu adalah berasal dari Allāh.” (QS An Nahl :53).

Itu bukan dari atasan kita, itu bukan dari orang tua kita, mereka hanya sekedar wasilah (sekedar perantara) saja. Adapun asalnya maka kenikmatan tersebut berasal dari Allāhu Rabbul ‘alamin.

Kita harus pahami yang demikian.

⑵ Secara lisan hendaklah kita memperbanyak memuji Allāh dan bersyukur kepada Allāh

Jangan berat lisan kita untuk mengatakan Alhamdulillāh.

Jangan berat untuk mengatakan naskurullāh (aku bersyukur kepada Allāh) segala puji hanya untuk Allāh.

Dan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

وَالحَمْدُ للهِ تَمْلأُ المِيْزَانَ

“Ucapan Alhamdulillāh itu memenuhi timbangan”

⑶ Kalau kita mendapatkan sebuah kenikmatan jangan kita gunakan kenikmatan tadi untuk memaksiati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kenikmatan itu berasal dari Allāh maka kita gunakan kenikmatan tadi untuk mendekatkan diri kita kepada atau atau minimal jangan kita gunakan kenikmatan tadi untuk membuat murka Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Harta jangan kita gunakan untuk membeli sesuatu yang justru malah semakin menjauhkan kita dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Membeli sesuatu yang digunakan untuk maksiat kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Seseorang mendapatkan jabatan justru malah dia gunakan jabatan tadi untuk menzhalimi orang lain, dan seterusnya

⑷ Bagaimana cara bersyukurnya?

Cara bersyukurnya adalah dengan terus beramal shalih. Beramal shalih, menjalankan perintah Allāh dan menjauhi larangan Allāh.

Semakin seseorang merasakan kenikmatan yang begitu besar yang Allah berikan kepada nya, maka semakin dia bersemangat untuk terus beramal shalih.

Bersyukur dengan cara menjalankan perintah Allāh, bersyukur dengan cara meninggalkan apa yang Allāh larang.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:

ٱعۡمَلُوٓاْ ءَالَ دَاوُۥدَ شُكۡرٗاۚ وَقَلِيلٞ مِّنۡ عِبَادِيَ ٱلشَّكُورُ

“Hendaklah kalian beramal wahai keluarga Dawud, dalam rangka syukran dalam rangka bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla” (QS. Saba’ :13)

Menunjukkan bahwasanya di antara bentuk syukur seseorang kepada Allāh adalah dengan cara kita beramal shalih.

Kita tingkatan kualitas ibadah kita, dan kita tingkatkan kuantitas ibadah kita.

وَقَلِيلٞ مِّنۡ عِبَادِيَ ٱلشَّكُورُ

“Dan sedikit sekali di antara hamba-hambaku yang bersyukur.”

صدق الله

Benar apa yang dikatakan oleh Allāh.

Sangat sedikit di antara hamba-hamba Allāh yang bersyukur, kita melihat diri kita sendiri sebelum kita melihat orang.

Betapa banyak nikmat yang sampai kepada kita dan berlalu begitu saja, tanpa kita menyadari bahwasanya ini adalah dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Berapa kali kita mengucapkan Alhamdulillāh dalam sehari?

Betapa banyak nikmat Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang berikan kepada kita, yang kita tidak bersyukur justru kita gunakan untuk membuat murka Allāh.

Semakin mendapatkan nikmat semakin kita malas untuk beramal shalih.

وَقَلِيلٞ مِّنۡ عِبَادِيَ ٱلشَّكُورُ

“Sangat sedikit di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur.”

Lihat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam ketika dikatakan kepada beliau, karena beliau shalat malam sampai pecah-pecah kedua kaki beliau.

Aisyah radhiyallāhu ‘anhā (ummul mukminin) berkata kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam,”Ya Rasūlullāh, sampai demikian engkau beribadah padahal sudah diampuni dosamu yang telah lalu juga yang akan datang” kemudian beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

أفلا أكون عبدا شكورا

“Bukankah aku ingin menjadi seorang yang bersyukur?”

Justru karena diampuni dosaku yang telah lalu dan yang akan datang dan ini adalah nikmat yang besar. Maka aku pun bersyukur kepada Allāh dengan cara aku beramal shalih.

Tentunya ini adalah kedudukan yang tinggi seseorang menyadari yang demikian. Semakin dia mendapatkan kenikmatan semakin dia semangat untuk beramal shalih untuk Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Adapun masalah kunci yang kedua yaitu bersabar. Maka di antara cara supaya kita bersabar ketika menghadapi musibah. Tentunya bukan hanya terkhususpandemi yang sedang menimpa kita semuanya. Secara umum, musibah yang menimpa kita.

Maka yang pertama adalah:

⑴ Hendaklah kita menyadari dan mengakui bahwa musibah ini berasal dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Allāh yang menghendaki dan ini bukan sesuatu yang luput dari kehendak Allāh Subhānahu wa Ta’āla, semuanya terjadi dengan kehendak Allāh.

Allāh yang menghendaki untuk terjadi pandemi ini maka terjadilah.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ

“Tidaklah menimpa sebuah musibah kecuali dengan izin Allāh, kecuali dengan kehendak Allāh”

Tidaklah terjadi musibah kecuali.

Menunjukkan semua musibah, pandemi dan selain pandemi. Tidaklah terjadi dan tidaklah menimpa kita semuanya kecuali dengan izin Allāh.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang menghendaki.

وَمَن يُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ يَهۡدِ قَلۡبَهُۥۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ

“Dan barangsiapa yang beriman kepada Allāh, yakin bahwasanya itu berasal dari Allāh maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan memberikan hidayah kepada hatinya” (QS. At-Taghabun :11)

Ini syarat, syarat supaya hati seseorang mendapatkan hidayah ketika tertimpa musibah adalah meyakini dan beriman bahwasanya musibah tadi adalah berasal dari Allāh (in syā Allāh akan tenang hati kita).

⑵ Menyadari bahwasanya musibah ini sudah ditulis oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla sebelumnya terjadi. Di dalam Laufudz Mahfudz sudah ditulis oleh Allāh dan apa yang ditulis oleh Allāh di sana pasti terjadi.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ

“Tidaklah menimpa sebuah musibah di bumi ataupun yang menimpa diri kalian, kecuali telah ditulis di dalam sebuah kitab, sebelum kami menciptakan musibah tadi (sebelum kami menjadikan musibah ini).

إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ

Yang demikian adalah sangat mudah bagi Allāh.” (QS. Al-Hadīd : 22)

لِّكَيۡلَا تَأۡسَوۡاْ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمۡ وَلَا تَفۡرَحُواْ بِمَآ ءَاتَىٰكُمۡۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٖ فَخُورٍ

“Supaya kalian tidak putus asa terhadap seluruh apa yang luput dari kalian. Jangan kalian putus asa ketika luput dari kalian, sesuatu yang kalian inginkan, karena itu semua sudah ditulis oleh Allāh.”

Demikian pula supaya kalian tidak terlalu berlebihan ketika mendapatkan nikmat yaitu tidak berlebihan di dalam kegembiraan tidak lupa diri, setiap kali dia mendapatkan nikmat maka dia sadar bahwasanya nikmat tersebut sudah ditulis oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla sebelum Allāh Subhānahu wa Ta’āla menciptakan nikmat tersebut sebelum Allāh menyampaikan nikmat tersebut kepada kita. (QS. Al-Hadīd : 23)

⑶ Meyakini bahwa dibalik musibah yang menimpa ini ada hikmah ada rahasia-rahasia ada tujuan-tujuan yang mulia, terkadang kita mengetahui hikmah tersebut dan terkadang kita tidak mengetahui.

Tapi kita yakin bahwasanya di antara hikmah turunnya musibah adalah diampuni dosa.

Dosa yang kita lakukan ini terlalu banyak, ada di antaranya yang kita sadari dan banyak di antaranya yang tidak kita sadari.

Ada di antaranya yang kita sempat memohon ampun kepada Allāh, dan ada di antaranya yang kita akhirnya lupa dan tidak memohon ampun kepada Allāh.

Dan Allāh Subhānahu wa Ta’āla sayang kepada kita, Allāh tidak ingin mengadzab kita di akhirat. Kalau Allāh Subhānahu wa Ta’āla menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka akibat dari dosa-dosa yang dia lakukan di dunia Allāh segerakan di dunia. Tidak Allāh akhirkan di akhirat.

Sehingga di dalam sebuah hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيا، وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
رابط الموضوع

“Kalau Allāh menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan menyegerakan hukuman di dunia.

Diturunkan musibah bahkan berbagai musibah karena Allāh ingin menyegerakan hukumnya di dunia sehingga tidak diadzab oleh Allāh di akhirat

وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ

Kalau Allāh menghendaki kejelekan bagi seorang hamba أَمْسَكَ عَنْهُ بذَنْبِهِ Allāh akan menahan musibah darinya padahal dia melakukan dosa.

حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Sampai Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyempurnakan hukuman tadi di hari kiamat.”

Seorang bergembira dan tidak bersedih justru ini adalah kehendak baik dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Dan di antara hikmahnya adalah Allāh Subhānahu wa Ta’āla ingin mengangkat derajat kita dengan musibah tadi. Allāh ingin mengangkat derajat kita yang semula mungkin ada di antara kita yang memiliki derajat yang rendah tapi dengan dia ditimpa musibah dan dia bersabar akhirnya Allāh Subhānahu wa Ta’āla ingin mengangkat atau mengangkat derajat kita lebih tinggi.

Dan juga hikmah-hikmah yang lain. Yang jelas di antara nama Allāh adalah Al-Hakim Yang Maha Bijaksana. Tidaklah Allāh Subhānahu wa Ta’āla menampakan sebuah musibah dan secara umum tidaklah Allāh melakukan sesuatu kecuali di sana ada hikmahnya.

⑷ Kita meyakini bahwasanya kita semua dan harta yang kita miliki, dan keluarga kita semuanya adalah milik Allāh. Dan kita semuanya akan kembali kepada Allāh.

Sehingga kalau kita ditimpa musibah berkaitan dengan harta kita, hilang hartanya, rugi bisnisnya, ketahuilah bahwa itu adalah milik Allāh dan Allāh ingin mengambilnya dari kita.

Apakah kita berhak untuk marah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang memang harta tersebut milik Allāh yang dititipkan sementara kepada kita?

Kalau kita di dunia, dititipi oleh seseorang barang dan suatu saat dia ingin mengambil barang tersebut apakah kemudian kita marah kepada orang tersebut. Kita katakan “tidak”, karena itu adalah hak dia, harta dia dan hanya dititipkan sementara kepada kita.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla Dialah yang memberikan kita rezeki, Dialah yang telah membuka pintu bisnis tersebut kepada kita Dialah yang memiliki orang tua kita, Dialah yang memiliki anak kita, kalau Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengambil mereka maka itu adalah hak Allāh.

Yang bisa kita katakan :

إنا لله و إنا اليه راجعون

“Sesungguhnya kita semuanya adalah milik Allāh dan kita semuanya akan kembali kepada Allāh.”

⑸ Jangan kita mengucapkan atau melakukan sesuatu yang menunjukkan ketidak sabaran kita, dengan cara berteriak atau memukul diri atau merusak, memecah sesuatu.

⑹ Kita harus yakin dan sadari bahwa di sana banyak saudara-saudara kita yang mendapatkan musibah yang lebih besar daripada ini. Kalau kita kehilangan satu juta di sana ada orang yang sampai kehilangan dua puluh juta. Kalau kita baru kehilangan seorang anak kita maka di sana ada orang yang kehilangan beberapa orang anaknya.

Di sana banyak saudara-saudara kita yang diuji oleh Allāh dengan ujian yang lebih besar. Apa yang menimpa diri kita kalau dibandingkan dengan mereka ini adalah sesuatu yang sangat ringan.

Kalau kita pandangannya demikian, maka in syā Allāh ini akan menjadikan kita ringan dalam menghadapi berbagai musibah.

Di antara caranya adalah memperbanyak istighfar, karena kita tahu bahwasanya musibah yang menimpa seseorang sebabnya adalah karena dosa dan kesalahan dia.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:

وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٖ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٖ

Dan musibah apa saja yang menimpa kalian maka itu sebabnya adalah karena dosa yang kalian lakukan. Dan yang Allāh maafkan itu sangat banyak.

Dan kalau kita tahu sebab turunnya musibah adalah dosa maka setiap kali seseorang mendapatkan musibah, tertusuk duri, kesandung, rugi dalam bisnis dan seterusnya. Segera dia meminta ampun kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. (QS. Asy-Syūrā :30)

Kemudian di antara adalah :

⑺ Kembali kepada Allāh.

Karena di antara hikmah diturunkannya musibah adalah supaya kita sadar, supaya kita mau kembali kepada Allāh, supaya kita mau merendahkan diri kepada Allāh, supaya kita mau kembali mengangkat kedua tangan kita kepada Allāh dan merengek dihadapan Allāh.

Mengetahui bahwasanya kita ini sangat lemah, Allāh menceritakan tentang hikmah Allāh Subhānahu wa Ta’āla menurunkan musibah kepada orang-orang sebelum kita.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:

وَلَقَدۡ أَرۡسَلۡنَاۤ إِلَىٰۤ أُمَمࣲ مِّن قَبۡلِكَ فَأَخَذۡنَـٰهُم بِٱلۡبَأۡسَاۤءِ وَٱلضَّرَّاۤءِ لَعَلَّهُمۡ یَتَضَرَّعُونَ

“Dan sungguh kami telah mengutus kepada umat-umat sebelummu, kemudian kami menimpakan kepada mereka kesusahan dan juga musibah supaya mereka mau merendahkan diri dihadapan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.” (QS. Al-An’ām :42)

⑻ atau yang benar di sini adalah yang ke-9

Berusaha secara dhahir sesuai dengan kemampuan kita dalam menghadapi musibah tadi.

Kalau kita ditimpa rasa sakit atau ditimpa penyakit maka kita berusaha, berobat kita mencari obatnya sesuai dengan kemampuan kita, kalau kita ditimpa ujian dalam masalah ekonomi demikian pula kita berusaha sesuai dengan kemampuan kita.

Tunjukkan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla bahwasanya kita mengambil sebab sesuai dengan kemampuan kita dan yakinlah bahwasanya semuanya sudah ditakdirkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Dalam sebuah hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

“Sungguh salah seorang di antara kalian mencari kayu bakar kemudian dia angkut kayu bakar tadi dan dia jual dan dia mendapatkan uang meskipun hanya sedikit itu lebih baik bagi dia daripada dia meminta-mijta kepada manusia, baik dia diberi atau dia tidak diberi.”

Maka kita berusaha secara dhahir dan bertawakal kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla sesuai dengan kemampuan kita untuk menghadapi berbagai musibah tadi.

Para ikhwah dan juga para akhwat yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Poin terakhir yang ingin kita sampaikan setelah kita mengetahui tentang dua kunci tadi yaitu bersabar dan bersyukur. Ternyata rasa atau syukur dan juga sabar ini itu berkaitan dengan sesuatu.

MENGUATKAN IMAN

Bagaimana seseorang bisa bersyukur ketika mendapatkan ujian nikmat dan bagaimana dia bersabar ketika dia mendapatkan ujian musibah?

Ternyata sebabnya adalah adanya iman di dalam diri kita.

Intinya kalau kita ingin menjadi seorang hamba yang bersyukur dan menjadi seorang hamba yang bersabar kita harus menguatkan keimanan yang ada dalam diri kita.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengabarkan:

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ

“Sungguh mengherankan keadaan seorang yang beriman”

Lihat beliau menghubungkan ini dengan keimanan!

إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ

“Sesungguhnya seluruh perkaranya adalah baik”

Seluruhnya kata beliau.

وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ

“Yang demikian tidak terjadi kecuali untuk orang yang beriman saja”

Selain orang yang beriman tidak terjadi yang demikian.

إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ

“Kalau dia ditimpa kenikmatan maka dia bersyukur”

Keimanan dia menjadikan dia bersyukur.

فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Maka yang demikian adalah baik baginya”

Karena ketika dia bersyukur mendapatkan pahala dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan Allāh akan tambahkan nikmat kepada dirinya.

Iman dapat nikmat, dia bersyukur ditambah kenikmatan oleh Allāh dan dia mendapatkan pahala.

وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ

“Kalau dia ditimpa musibah sabr, maka dia bersabar”

Keimanan dia menjadikan dia bersabar menjadikan dia bertahan.

فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Maka jadilah musibah yang menimpa dia itu baik bagi dia”

Justru malah menjadikan dosanya berkurang justru malah menjadikan terangkat derajatnya, justru menjadikan dia semakin dekat dengan Allāh ketika dia mendapatkan musibah.

√ Banyak musibah yang justru mendatangkan keberkahan bagi seseorang.

√ Banyak musibah yang justru mendatangkan kenikmatan tersendiri bagi seseorang.

Yang sebelumnya dia hidup dalam keadaan lupa kepada Allāh ketika dia diuji oleh Allāh dengan musibah akhirnya kembali dia datang kepada Allāh bersimpuh di hadapan Allāh. Kembali dia ingat terhadap keluarganya sendiri setelah sebelumnya dia sibuk dengan dunianya dan lupa kepada keluarganya sendiri.

BAGAIMANA CARA MENGUATKAN KEIMANAN?

Secara singkat :

⑴ Kita mentadabburi dan dekat dengan Al Qur’ān Al Karim karena sifat orang-orang beriman adalah apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allāh akan bertambah keimanan mereka.

زَادَتْهُمْ إِيمَـٰنًۭا

“Bertambahlah iman mereka (karenanya).”

Ini tidak mungkin kecuali kalau kita memahami. Kecuali kalau kita mau berhenti sebentar ketika membaca Al Qur’ān atau ketika mendengarkan Al Qur’ān dan kita berusaha untuk memahami maknanya.

⑵ Memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allāh yang ada di alam semesta ini, termasuk memikirkan bagaimana Allāh menciptakan diri kita.

Bagaimana Allāh menciptakan langit dan bumi dan makhluk yang luar biasa yang ada di sekitar kita. Kita renungkan dan pikirkan tanda-tanda kekuasaan tadi.

Ini sangat memiliki pengaruh dan sangat berpengaruh terhadap keimanan seseorang dan dia akan merasakan kedekatan yang luar biasa kepada Allāh yang telah menciptakan alam semesta tersebut.

⑶ Seseorang menghadiri majelis ilmu.
Di dalam majelis ilmu dia akan bertemu dengan orang-orang yang shalih dia akan mendengarkan ayat Allāh, akan diingatkan dengan hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam akan diingatkan dengan hari akhir.

Sebagian Salaf mengatakan kepada yang lain:

اجلس بنا نؤمن ساعة

“Hendaklah kalian duduk bersama kami, kita beriman sebentar/duduklah bersama kami, kita menambah keimanan.”

⑷ Membaca perjalanan hidup orang-orang shalih dan membaca tentang kisah-kisah kesabaran mereka. Allāh Subhānahu wa Ta’āla untuk menguatkan hati Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Diceritakan kepada beliau kisah-kisah para nabi sebelumnya.

Bagaimana kesabaran nabi Nuh menghadapi kaumnya, bagaimana kesabaran nabi Ibrahim supaya kita bisa mengambil pelajaran dan ketika melihat akhir dari kehidupan mereka ternyata akhir dari kesabaran itu adalah pertolongan dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

⑸ Berdo’a kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla supaya Allāh menetapkan hati kita dan menambahkan keimanan kita.

Mengatakan:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).”

(QS. Āli-Imrān: 8)

Meminta kepada Allāh supaya jangan sampai dipalingkan dari hidayah ini.

Dan di antara doa Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

“Wahai Dzat yang membolak balikan hati, tetapkanlah hatiku di atas agamamu.”

Bagaimana pun dan peristiwa apapun yang terjadi Ya Allāh, dengan ujian nikmat maupun ujian musibah, maka tetapkanlah hatiku di atas agamamu.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla menetapkan hati kita semuanya di atas agama Allāh sampai kita meninggal dunia.

Demikian yang bisa kita sampaikan semoga bermanfaat.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url