Halaqah 18: Landasan Pertama Ma’rifatullah Bagian 6 Dalil Ibadah Berdo’a, Khauf, dan Roja’

Halaqah 18: Landasan Pertama Ma’rifatullah Bagian 6 Dalil Ibadah Berdo’a, Khauf, dan Roja’

Beliau mengatakan,

وفي الحديث الدُّعَاءُ مُخُّ الْعِبَادَةِ

“Dan di dalam sebuah hadits, do’a adalah inti dari ibadah.”

Ini adalah dalil diantara dalil-dalil yang menunjukan bahwasanya do’a adalah ibadah.

Kemudian beliau mengatakan – ومنه الدعاء – diantara ibadah adalah do’a.
Diantara dalilnya yang menunujukan bahwasanya do’a adalah ibadah dan tidak boleh diserahkan kepada selain Allah adalah – “الدعاء مخ العبادة” – dan hadits ini di-dhoifkan oleh sebagian ulama.

Diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan di sana ada hadits lain yang shahih diriwayatkan oleh Abu Dawud , At Tirmidzi, An-Nasai, dan juga Ibnu Majah, yaitu ucapan Nabi ﷺ

الدعاء هو العبادة

“Do’a adalah Ibadah.”

Ini menunjukan kepada kita bahwasanya do’a adalah salah satu jenis ibadah yang wajib diserahkan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan diharamkan untuk menyerahkan do’a ini kepada selain Allah.
Barangsiapa yang menyerahkan do’a dan meminta kepada selain Allah (berdo’a kepada selain Allah), siapapun dia maka dia telah melakukan kesyirikan yang besar dan juga telah melakukan kekufuran yang besar.

Dan beliau ﷺ ketika mengucapkan hadits ini beliau membaca ayat,

۞ وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
[QS Ghafir 60]

Dan Rabb kalian telah berkata – ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُم – “Hendaklah kalian meminta kepada-Ku, (berdo’a kepada-Ku), niscaya Aku akan mengabulkan do’a kalian.

Hendaklah kalian berdo’a kepada-Ku, kata Allah, perintah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita semua, untuk supaya kita berdo’a hanya kepada Allah. Menunjukan bahwasanya do’a adalah ibadah karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah memerintahkan kepada kita dengan sesuatu kecuali apabila sesuatu tersebut dicintai dan diridhoi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Apabila itu dicintai dan diridhoi maka itu adalah ibadah.

إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Sesungguhnya orang-orang yang sombong dari beribadah kepada-Ku,”

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan – عَنْ عِبَادَتِي – dan di awal ayat Allah menyuruh kita untuk berdo’a, menunjukan bahwasanya berdo’a adalah ibadah,

سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Sungguh dia akan masuk ke dalam Jahanam dalam keadaan hina dina.”

Direndahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena dahulu di dunia dia sombong dan tidak berdo’a a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan menyerahkan do’anya (permintaanya) kepada selain Allah.

Do’a adalah ibadah wajib diserahkan kepada Allah dan diharamkan diserahkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan berdo’a kepada selain Allah hukumnya adalah syirik dan syiriknya di sini masuk di dalam syirik akbar yang mengeluarkan seseorang dari keislaman, seperti seseorang yang berdo’a kepada orang yang sudah meninggal, baik yang dinamakan dengan wali atau orang yang shaleh, meminta kepadanya kebaikan atau meminta supaya dihindarkan dari mudhorot dengan mengatakan Ya Fulan, Ya Fulan.

Maka ini semua adalah termasuk berdo’a kepada selain Allah dan ini termasuk kedholiman yang besar dan termasuk kesyirikan yang mengeluarkan seseorang dari keislaman.
Tidak ada yang memberikan mudhorot kecuali Allah. Tidak ada yang bisa memberikan kepada kita kebaikan kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Seandainya seluruh makhluk berusaha untuk memberikan manfaat kepada kita tapi Allah tidak menghendakinya, maka mereka tidak mungkin bisa memberikan manfaat kepada kita.
Dan sebaliknya, seandainya seluruh makhluk berusaha untuk memberikan mudhorot kepada kita tapi Allah tidak menghendakinya, maka tidak mungkin mereka bisa memberikan mudhorot kepada kita.

۞ وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ
[QS Yunus 106]

“Janganlah kamu berdo’a kepada selain Allah, sesuatu yang tidak bisa memberikan manfaat kepadamu dan juga tidak bisa memberikan mudhorot. Apabila engkau melakukannya maka sungguh engkau termasuk orang-orang yang dholim (mendholimi dirinya sendiri).

۞ وَإِن يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِن يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ ۚ …
[QS Yunus 107]

“Apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin memberikan mudhorot kepadamu, maka tidak ada yang bisa menyingkap/menghilangkan mudhorot tersebut kecuali Dia. Dan apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala menginginkan kebaikan/karunia dan anugerah kepadamu, niscaya tidak ada yang bisa menolak dan mencegah anugerah tersebut.”

Seorang Muslim meminta kebaikan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak boleh meminta kebaikan kepada selain Allah. Meminta kesehatan, meminta rezeki, meminta kesuksesan, meminta hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian pula di dalam meminta untuk dijauhkan dari mudhorot dan juga musibah, tidak boleh memintanya kecuali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang bisa menghilangkan musibah dan mudhorot dari seseorang.

Kemudian beliau mengatakan,

ودليل الخوف قوله تعالى: {فَلا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ}
[QS Ali Imran 175]

“Dan dalil – الخوف – yaitu rasa takut, yang menunjukan bahwasanya – الخوف – adalah termasuk ibadah, adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya, Janganlah kalian takut kepada mereka dan takutlah kalian kepada-Ku, seandainya kalian benar-benar orang-orang yang beriman.”

Firman Allah – وَخَافُونِ – adalah perintah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita semua supaya menyerahkan rasa takut ini hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, menunjukan bahwasanya – الخوف – rasa takut adalah dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Semakin seseorang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maka akan semakin dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan takut yang dimaksud di sini adalah rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjadikan kita taat kepada Allah dan menjadikan kita meninggalkan kemaksiatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini adalah takut yang diperintahkan.
Inilah yang dimaksud dengan Al Khaufu Al Mahmud (rasa takut yang dipuji, yang Allah perintahkan).

Karena di sana ada rasa takut yang tercela yaitu apabila seseorang berlebih-lebihan di dalam rasa takutnya sehingga menjadikan dia putus asa dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, putus asa dari karunia Allah, putus asa dari ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rahmat-Nya. Maka rasa takut yang seperti ini bukan terpuji, akan tetapi dia adalah rasa takut yang tercela.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

۞ …وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
[QS Yusuf 87]

“Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidak berputus asa dari pertolongan Allah (dari rahmat Allah) kecuali orang-orang yang kafir.”

Adapun orang muslim maka tidak berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan Allah mengatakan setelahnya – إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ – “Apabila kalian benar benar orang-orang yang beriman.”
Menunjukan bahwasanya – الخوف – ini adalah termasuk Syu’bul Iman (termasuk cabang diantara cabang-cabang keimanan). Kalau kita benar-benar beriman kepada Allah, beriman kepada para Malaikat, beriman kepada Kitab-Kitab-Nya, beriman kepad Rasul-Nya, beriman kepada hari akhir, beriman kepada takdir, hendaklah kita menyerahkan -الخوف – ini hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan di sana khauf/rasa takut dinamakan oleh para ulama dengan Khauf Thabi’i, yaitu Khauf yang merupakan tabiat manusia artinya apabila seseorang memiliki rasa takut ini maka dia tidak tercela dan ini bukan termasuk khauf ibadah, tetapi dia merupakan khauf tabiat manusia. Seperti orang yang takut dari api, atau seseorang yang takut dari mudhorot orang lain karena dia merasa bersalah. Tabiat manusia memang demikian apabila dia merasa bersalah maka dia akan takut kepada orang yang dia dholimi, demikian pula seseorang takut dari api, maka ini semua adalah termasuk takut yang thabi’i yang manusia tidak selamat darinya bahkan para Nabi dan juga para Rasul ‘alaihimussalam.

Diceritakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an, Nabi Musa ‘alaihissalam ketika beliau tidak sengaja memukul salah satu kaumnya Fir’aun, kemudian orang tersebut meninggal dunia maka Nabi Musa ‘alaihissalam merasa bersalah dan beliau tinggal di kota beliau dalam keadaan was-was (dalam keadaan takut), sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

۞ فَأَصْبَحَ فِى ٱلْمَدِينَةِ خَآئِفًا يَتَرَقَّبُ
[QS.Al-Qashash 18]

“Maka jadilah Musa di kotanya dalam keadaan takut, dalam keadaan was-was.” karena beliau merasa bersalah, merasa apa yang dia lakukan adalah sebuah kesalahan, secara tidak sengaja beliau membunuh salah satu dari kaumnya Fir’aun.

Rasa takut yang seperti ini adalah rasa takut yang tabiat tidak lepas manusia dari rasa takut yang seperti ini dan ini tidak tercela.
Kemudian beliau mengatakan,

ودليل الرجاء قوله تعالى: {فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا}

Dan dalil bahwasanya harapan yaitu roja’ adalah termasuk ibadah adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya, Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Rabb-nya (pada hari kiamat) pertemuan dengan Allah Subhanahu wa Taala dalam keadaan yang baik maka hendaklah dia beramal dengan amal yang shaleh dan janganlah dia menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.” [Al Kahfi 110]

Allah mengatakan – فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا – maka barangsiapa yang mengharap, menunjukkan bahwasanya mengharap pertemuan Allah, mengharap rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah termasuk ibadah yang seseorang dipuji apabila dia memiliki rasa Roja’ ini kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semakin seseorang tinggi di dalam mengharap kepada Allah, mengharap rahmat-Nya, mengharap karunia-Nya, maka semakin dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena roja’ adalah termasuk ibadah.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah]
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url